Tahapan Perkembangan Radang Usus Buntu
Radang usus buntu atau apendisitis adalah kondisi yang sering menimbulkan kekhawatiran karena dapat berkembang dengan cepat dan berpotensi membahayakan. Organ kecil ini, yang biasanya tidak menimbulkan gejala, bisa tiba-tiba menjadi sumber rasa sakit hebat. Gejalanya muncul secara mendadak tanpa peringatan, sehingga penting untuk mengenali tahapan perkembangannya.
Radang usus buntu akut adalah penyebab utama tindakan operasi pada anak-anak, sekaligus menjadi kasus gawat darurat bedah perut yang paling umum terjadi di dunia. Penyebabnya biasanya adalah sumbatan pada usus buntu, yang dapat berupa fekalit—gumpalan kecil dari tinja yang mengeras. Sumbatan ini memungkinkan bakteri berkembang biak dan menyebabkan infeksi. Jika tidak ditangani, dinding usus buntu bisa menebal, bernanah, bahkan pecah.
Ada empat tahap perkembangan apendisitis yang menggambarkan tingkat keparahan dan komplikasinya: simpel (radang ringan), supuratif (mulai bernanah), gangrenosa (jaringan mati), dan perforasi (pecahnya usus buntu). Setiap tahap memiliki gejala dan risiko yang berbeda, mulai dari gejala ringan hingga kondisi darurat.
Tahap 1: Peradangan Awal atau Simpel
Pada tahap pertama, usus buntu tersumbat oleh fekalit, menyebabkan pembengkakan. Infeksi belum terjadi, tetapi gejalanya bisa samar dan mudah diabaikan. Beberapa tanda yang mungkin muncul antara lain demam ringan, nyeri tumpul di sekitar pusar, rasa mual, dan nyeri perut yang berpindah ke bagian kanan bawah. Tahap ini biasanya berlangsung beberapa jam, dengan gejala yang semakin jelas dalam 12–24 jam. Penanganan cepat dengan antibiotik intravena (IV) dan obat pereda nyeri biasanya memberi hasil yang baik.
Tahap 2: Flegmonosa atau Supuratif
Memasuki tahap flegmonosa atau supuratif, peradangan memburuk karena bakteri menyebar ke dinding usus buntu. Akibatnya, infeksi terbentuk disertai abses. Gejala menjadi lebih parah, seperti sembelit, demam tinggi, nyeri perut yang makin hebat, mual, dan muntah. Pada tahap ini, infeksi bisa menyebar ke organ di sekitarnya, meningkatkan risiko komplikasi. Pasien harus dirawat di rumah sakit untuk pengobatan yang tepat, termasuk antibiotik dan operasi jika diperlukan.
Tahap 3: Gangrenosa

Apendisitis gangrenosa terjadi ketika peradangan berat memutus aliran darah ke usus buntu. Jaringan di dalamnya mati dan mulai membusuk. Dinding usus buntu berubah warna menjadi ungu, hijau, atau hitam. Gejala yang muncul meliputi detak jantung cepat, demam tinggi, mual, muntah, dan nyeri perut yang sangat hebat. Tanpa penanganan segera, usus buntu berisiko pecah, menyebarkan infeksi ke seluruh rongga perut. Operasi darurat diperlukan untuk mengangkat jaringan yang sudah mati dan mencegah komplikasi berbahaya.
Tahap 4: Perforasi (Pecah)
Apendisitis perforasi terjadi ketika usus buntu pecah, melepaskan nanah dan bakteri ke dalam rongga perut. Kondisi ini bisa terjadi dalam waktu 24 jam atau bahkan lebih cepat. Saat pecah, tubuh kadang membentuk abses sebagai cara alami untuk membatasi penyebaran infeksi. Namun, jika tidak terkontrol, pecahnya usus buntu dapat memicu peritonitis, yaitu infeksi serius yang menyebar ke lapisan dalam perut. Gejala meliputi kebingungan, detak jantung cepat, demam tinggi, otot perut menegang, tekanan darah rendah, dan nyeri perut yang hebat. Tahap ini merupakan fase paling berbahaya dan memerlukan penanganan darurat.
Klasifikasi Radang Usus Buntu Lainnya
Selain berdasarkan tahapan, dokter juga sering mengelompokkan radang usus buntu menjadi akut, tidak rumit, rumit, atau kronis.
Radang usus buntu akut terjadi ketika peradangan muncul secara tiba-tiba. Gejalanya biasanya khas, seperti perut membengkak, nyeri tajam yang awalnya muncul di sekitar pusar, mual, demam, dan sembelit atau diare.
Radang usus buntu akut tidak rumit menggambarkan peradangan yang belum menimbulkan komplikasi seperti pecah, abses, atau peritonitis. Perawatan standar tetap berupa operasi pengangkatan usus buntu.
Radang usus buntu akut rumit terjadi ketika peradangan sudah berkembang lebih jauh hingga pecah, menyebabkan peritonitis atau terbentuknya abses. Gejalanya lebih berat dan meluas, meliputi nyeri perut yang makin parah, demam tinggi, menggigil, denyut jantung cepat, hingga tekanan darah rendah sebagai tanda sepsis.
Radang usus buntu kronis jarang terjadi, tetapi sekitar 1 persen kasus bersifat kronis. Artinya, terjadi peradangan usus buntu yang ringan namun berlangsung lama. Solusi tetap sama, yaitu apendektomi, untuk mencegah komplikasi serius di kemudian hari.
Timeline Nyeri Radang Usus Buntu

Rasa sakit pada radang usus buntu muncul karena saraf yang masuk ke sumsum tulang belakang bagian toraks (punggung tengah) ikut terstimulasi akibat pembengkakan pada usus buntu. Pada tahap awal, nyeri biasanya terasa ringan, samar, dan seperti pegal. Lokasinya sering di sekitar pusar dan bisa muncul-hilang. Namun seiring peradangan makin parah, usus buntu yang meradang mulai menyentuh jaringan pelapis dinding perut. Di sinilah nyeri berpindah ke perut kanan bawah, berubah menjadi tajam, terus-menerus, dan makin berat.
Perpindahan lokasi dan peningkatan intensitas nyeri ini umumnya terjadi dalam 12 hingga 24 jam. Meski begitu, setiap orang bisa mengalami variasi, tidak selalu mengikuti pola yang sama persis.
Tahapan radang usus buntu bisa dimulai dari peradangan ringan hingga pecahnya usus buntu yang berbahaya. Gejala awal biasanya berupa rasa tidak nyaman di perut, tetapi nyeri dapat berkembang cepat hanya dalam hitungan jam. Penanganan bisa meliputi antibiotik, obat pereda nyeri, hingga operasi darurat. Memahami tahapan radang usus buntu sangat penting. Mengenali gejala sejak dini dapat mencegah penyakit berkembang ke tahap yang lebih berat sekaligus mengurangi risiko komplikasi. Jika kamu atau orang terdekat mengalami tanda-tanda radang usus buntu, segera cari bantuan medis.
