
Kematian Ibu Hamil di Jayapura: Kasus Penolakan Layanan Kesehatan yang Menyedihkan
Seorang ibu hamil bernama Irene Sokoy meninggal dunia setelah mengalami penolakan layanan kesehatan dari beberapa rumah sakit di Kota dan Kabupaten Jayapura, Papua. Kejadian ini memicu reaksi keras dari masyarakat dan keluarga korban.
Irene Sokoy berasal dari Kampung Hobong, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura. Hobong terletak sekitar 34 km dari pusat kota Jayapura. Meskipun lokasinya tidak jauh dari wilayah perkotaan, nasib pilu dialami Irene saat ia sedang dalam perjalanan ke rumah sakit pada Senin, 17 November 2025. Ia meninggal bersama bayi yang ada di dalam kandungannya.
Kabar tentang kematian Irene pun menyebar luas di media sosial, dengan banyak orang menyampaikan rasa prihatin atas kejadian tersebut. Sejumlah pihak menduga bahwa Irene meninggal karena ditolak oleh beberapa rumah sakit, seperti Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Yowari dan Rumah Sakit Dian Harapan (RSDH).
Kronologi Kejadian
Menurut keterangan keluarga, Irene mulai mengalami rasa sakit hebat pada dini hari tanggal 17 November. Sekitar pukul 03.00 WIT, keluarga membawa Irene menggunakan speedboat dari Kampung Kensio ke RSUD Yowari untuk melahirkan. Namun, ia dirujuk ke RS Abepura, tetapi disebut tidak mendapatkan pelayanan.
Selanjutnya, keluarga mencari pertolongan di RSDH, namun dikabarkan tidak dilayani. Kesempatan berikutnya, mereka membawa Irene ke RS Bhayangkara, Jayapura, tetapi pihak rumah sakit menyebut kamar penuh. Ruang VIP tersedia, tetapi keluarga harus membayar Rp 4 juta sebelum pasien masuk. Operasi disebut memerlukan biaya Rp 8 juta, sementara keluarga tidak siap dengan dana tersebut.
Akhirnya, Irene dirujuk ke RS Dok II Jayapura, tetapi nyawanya tidak tertolong. Dalam perjalanan ke rumah sakit, Irene mengembuskan napas terakhirnya bersama bayi yang belum sempat diselamatkan.
Pernyataan Keluarga dan Kritik Terhadap Sistem Kesehatan
Dosen Universitas Cenderawasih, Fredy Sokoy, yang mewakili keluarga korban, mengecam keras peristiwa tersebut. Ia menjelaskan bahwa Irene adalah anak kandung dari sepupunya, dan suami korban adalah putra dari saudari kandungnya.
Fredy menyampaikan bahwa semboyan keselamatan di atas segalanya hanya slogan tanpa makna. Ia menegaskan bahwa dua nyawa orang Papua sama berharganya dengan seratus nyawa. Ia juga menyampaikan kekecewaannya terhadap sistem rujukan darurat di Jayapura yang gagal dan mengorbankan nyawa masyarakat kecil.
Permintaan Investigasi
Dengan adanya kasus ini, pihak keluarga meminta pemerintah daerah dan pihak terkait segera melakukan investigasi terhadap dugaan penolakan layanan kesehatan. Mereka menilai bahwa sistem rujukan darurat di Jayapura gagal dan mengorbankan nyawa masyarakat kecil.
Fredy menyampaikan bahwa kasus ini tidak bisa dibiarkan. Jika terjadi di pedalaman, mungkin bisa dimaklumi keterbatasan. Tetapi ini terjadi di tengah kota, di depan fasilitas kesehatan yang lengkap.
Klarifikasi dari Rumah Sakit
Direktur RSUD Yowari, Maryen Braweri, menegaskan bahwa penanganan terhadap almarhumah Irene Sokoy telah dilakukan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP). Ia menjelaskan bahwa saat ini hanya satu dokter spesialis kandungan yang bertugas karena salah satu dokter sedang melanjutkan pendidikan.
Maryen juga menyampaikan bahwa pihaknya telah menjalankan prosedur sesuai mekanisme yang seharusnya. Pihak RSUD Yowari juga telah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi Papua terkait kasus ini.
Manajemen RSDH Jayapura juga memberikan klarifikasi. Mereka menyatakan bahwa tidak pernah menolak pasien rujukan dari RSUD Yowari. Mereka menjelaskan bahwa sejak awal telah memberikan edukasi mengenai kondisi layanan, ketersediaan dokter, dan ruang perawatan kepada petugas RSUD Yowari sebelum pasien tiba.
Penjelasan dari Rumah Sakit Bhayangkara
Pihak Rumah Sakit Bhayangkara juga menyampaikan klarifikasinya. AKBP Rommy Sebastian menjelaskan bahwa pasien datang ke rumah sakit tanpa melalui sistem Aplikasi Sistem Rujukan Terintegrasi. Ia menanyakan kenapa RSUD Yowari tidak memakai sistem rujukan terpadu yang sudah diwajibkan jika akan merujuk pasiennya.
Rommy menjelaskan bahwa pasien merupakan anggota Penerima Bantuan Iuaran (PBI) Kelas 3. Di mana peraturan BPJS Kesehatan tertulis bahwa pasien PBI Kelas 3 tidak dapat naik kelas. Petugas kemudian melakukan edukasi peraturan, apabila pasien dirawat maka masuk dalam aturan pasien umum.
Respons Gubernur Papua
Gubernur Papua, Mathius D. Fakhri, menegaskan bahwa seluruh fasilitas kesehatan baik rumah sakit maupun puskesmas tidak boleh menolak pasien dalam kondisi apapun. Ia menegaskan bahwa tidak boleh ada lagi penolakan pasien. Ini amanat undang-undang. Jika masih ada yang menolak pasien, akan ada sanksi.
Gubernur juga menyampaikan bahwa evaluasi menyeluruh akan dilakukan bersama dokter, rumah sakit, serta pemerintah daerah. Semua direktur rumah sakit dan pemerintah daerah diminta mengambil langkah tegas. Layani pasien terlebih dahulu tanpa mempertanyakan kapasitasnya.
