Menyedihkan, Saya Mengalami Kekurangan Gizi

Erfapulsa
By -
0

Pengalaman Pribadi tentang Kebiasaan Makan yang Tidak Sehat

Pernahkah Anda merasa malu karena dianggap kurang gizi? Saya pun pernah mengalami hal tersebut. Dulu, saya adalah seorang anak yang sangat sulit makan dan suka memilih-milih makanan. Saya tidak tertarik pada buah-buahan atau sayuran. Bahkan ketika diajak makan rujak, saya tidak antusias. Jika disajikan hidangan berbahan dasar sayur-mayur, saya cenderung memilih untuk tutup mulut.

Saya juga susah disuruh makan nasi. Jika diminta makan nasi, saya selalu bertanya dulu apa lauknya. Jika tidak sesuai dengan selera, saya memilih tidak makan. Masalahnya, saya terlalu sering merasa lauknya tidak sesuai selera. Padahal, masakan ibu saya tidak monoton. Walaupun sering membuat sayur bening, isiannya selalu berbeda. Misalnya, hari ini sayur bening dengan bayam dan wortel, besoknya rebung dan jagung, esoknya plecing kangkung atau sayur nangka muda.

Untuk lauknya juga begitu. Hari ini telur dadar, besok ikan panggang, esoknya telur rebus, lalu ikan bandeng, oseng-oseng teri, dan lain-lain. Karena tinggal dekat pantai, lauk biasanya bercitar rasa laut. Meskipun tidak selalu mahal, kandungan proteinnya cukup baik. Namun, saya tetap menjadi picky eater. Lauk favorit saya adalah opor ayam atau ayam goreng. Saya senang sekali jika ada daging sapi atau kerbau yang dimasak dalam bentuk tertentu, seperti sapit bilah bambu.

Sayangnya, karena gaji orang tua pas-pasan, lauk favorit itu tidak bisa sering saya nikmati. Harganya terlalu mahal. Ikan jauh lebih murah karena tinggal dekat pantai. Lagi pula, lauk favorit itu hanya muncul ketika ada hajatan besar di kampung.

Perubahan Pola Makan Setelah Diagnosa Dokter

Saya ingat betul adegan dan dialog saat dokter memeriksa kondisi saya. Awalnya, saya tidak percaya hasil diagnosisnya. Tapi setelah diperiksa ulang, beliau menyatakan bahwa saya memang kurang gizi. Saat itu, saya merasa malu karena masih duduk di kelas 1 SMA. Saya merasa tidak nyaman dengan diagnosis tersebut.

Setelah itu, saya mencoba mengubah pola makan. Meskipun masih picky eater, saya mulai memperhatikan asupan nutrisi. Saya juga mulai minum susu secara rutin. Kebiasaan ini membantu meningkatkan daya tahan tubuh saya. Meski tidak sepenuhnya normal, saya bisa bertahan.

Ketika menikah dan ingin memiliki anak, saya membaca banyak referensi tentang kesehatan ibu hamil. Saya mulai memperhatikan buah dan sayur. Teknologi seperti jus membuat saya lebih mudah mengonsumsinya tanpa harus mengunyah. Akhirnya, saya belajar makan seimbang dan teratur tiga kali sehari.

Menjadi Kader Posyandu dan Kesadaran akan Nutrisi

Setelah melahirkan, saya semakin sadar akan pentingnya nutrisi. Saya memperhatikan asupan makanan anak saya. Meskipun ia tidak terlalu suka buah dan sayur, minimal ia lebih doyan daripada saya. Kader posyandu yang galak juga membantu saya menjaga kebiasaan makan anak.

Sekarang, saya menjadi kader posyandu di kampung. Setiap bulan, saya menimbang bobot dan mengukur tinggi badan serta lingkar kepala para balita. Ini semua dipengaruhi oleh asupan nutrisi mereka. Saya merasa bahwa Allah memberikan takdir ini sebagai pengingat agar saya juga memperhatikan kesehatan diri sendiri.

Kesimpulan dan Imbauan

Kesimpulan dari pengalaman saya adalah imbauan kepada para orang tua untuk memantau asupan nutrisi putra-putri mereka. Awasi apa saja yang ada di piring mereka sejak usia dini. Karena terbukti, piring seimbang bisa berdampak nyata pada masa depan. Ingatlah bahwa makanan juga berdampak besar pada kesehatan dan kecerdasan kita.

Semoga cerita ini bisa menjadi pengingat bagi Anda. Minimal bisa bikin Anda waspada meskipun sedikit tertawa-tawa membayangkan kondisi saya dulu.

Posting Komentar

0 Komentar

Posting Komentar (0)
3/related/default