
Layar yang Mengungkap Nyata
Realitas kehidupan rumah tangga dapat terlihat melalui series Netflix dari Korea berjudul As You Stood By dengan total delapan episode. Series tersebut bercerita tentang perjuangan Eun-Su (Jeon So-nee) untuk menyelamatkan sahabatnya Hui-Su (Lee You-mi) yang menjadi korban KDRT suami sendiri, Jin Pyo (Jang Seung-jo). Bagi Eun-Su dan adiknya Eun Hyeok itu bukanlah hal yang baru. Mereka bahkan tumbuh seruangan dengan lelaki yang gemar memukuli istrinya. Berarti series ini mengabarkan bahwa kekerasan terhadap perempuan sedang berlangsung saat ini juga, di berbagai belahan dunia manapun.
Apakah Seruan Kita Di Dengar?
Maka pertanyaannya, bukan semata “Apakah kampanye publik 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan kurang digelorakan?” tetapi “Apakah kita benar-benar mendengarkan seruan itu?”. Sebab sangat bisa kampanye bergema dengan luas, namun percuma juga jika masyarakat masih memilih menutup mata atau beranggapan bahwa KDRT sifatnya pribadi sehingga tidak layak dibicarakan.
Siklus Kekerasan yang Tak Pernah Berhenti
Pada series As You Stood By juga sama, Ibu Jin Pyo yang vokal menentang KDRT dan kerap berpidato perihal cara menyembuhkan korban KDRT, justru membutakan diri saat menghadapi kenyataan bahwa anaknya pelaku KDRT. Memang, adegan kekerasan dalam series ini tidak begitu eksplisit diperlihatkan tapi penonton akan sadar bahwa kekerasan tersebut cenderung ke fisik alih-alih psikis, seksual dan ekonomi. Tindakan kekerasan fisik disalurkan melalui pukulan, tendangan serta gerakan lainnya yang akan menimbulkan rasa sakit, meninggalkan bekas luka bahkan cacat (Hotifah, 2011). Di Indonesia sendiri kasus kekerasan terhadap perempuan mengalami peningkatan sebanyak 9,77% pada tahun 2024 jika dilihat melalui tabulasi data Catahu atau sama dengan 16 kasus kekerasan dilaporkan setiap harinya (Tika Fudi Asih, 2025).
Alasan Jin Pyo menyiksa Hui-Su atau ayah Eun-su yang selama puluhan tahun melayangkan pukulan kepada istrinya kurang disorot sehingga satu-satunya label untuk mereka adalah “lelaki penyiksa istri.” Tapi jika merujuk pada penelitian Rosma Alimi dan Nunung Nurwati di tahun 2021, Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasaan dalam Rumah Tangga Terhadap Perempuan, antara lain:
- Kewenangan suami dan istri yang tidak setara. Jangankan diskusi tentang pembagian tugas kerja demi kehidupan rumah tangga yang sejahtera, dari awal episode Jin Pyo selalu memerintahkan Hui-Su jangan melawan, tidak boleh terluka kecuali oleh dirinya, serta ancaman-ancaman lainnya. Jelas, Hui-su tidak bisa melakukan apa-apa dan hanya putar balik menuju neraka bernama apartemen.
- Ketergantungan ekonomi. Hui-su tidak miskin, ia seorang penulis dan handal melukis. Hanya saja, perutnya yang babak belur tetap bisa kenyang berkat gaji suami yang menjabat sebagai wakil manager Cabang.
- Selalu kekerasan sebagai upaya dalam menyelesaikan konflik. Dari kesalahan spele sampai yang beresiko, konsekuensi untuk Hui-su tidak pernah ada perbedaan, tetap ditendang dan ditampar.
- Persaingan. Terdapat kilas balik yang memutar adegan Jin Pyo marah besar ketika Hui-su berencana pergi ke Bologna di Italia untuk menghadiri pameran buku. Ini mengisyaratkan bahwa persaingan dalam karier maupun pencapaian personal dapat memicu ketegangan emosional, apalagi jika salah satu pihak merasa bahwa keberhasilan atau langkah yang diambil pihak sebrang akan mengurangi posisi, perhatian, atau kekuasaan miliknya.
- Frustasi, biasanya timbul jika pribadi kurang mampu dalam meng-coping stress.
- Kurangnya kesempatan untuk perempuan di ranah hukum. Sedangkan telah tercantum pada Undang-Undang Republik Indonesia no. 23 Tahun 2004 mengenai hak-hak korban KDRT yang harus di penuhi, nomor satunya berupa perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, advokat, lembaga sosial, serta beberapa pihak lain baik dalam waktu singkat maupun atas dasar penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.
Upaya Perlindungan yang Lemah
Baiklah, As You Stood By memang hanya series, dari korea pula bukan karya tanah air. Audio dan visualnya jelas di setting untuk menangkap realitas sekitar dengan membawa pengaruh emosional berlebih (Muhammad Ali Mursid Alfathoni, 2020). Tapi ada informasi penting lain yaitu ketika Hui-su akan melaporkan KDRT yang menimpanya tertahan oleh Jin Young adik ipar, sekaligus polisi, secara implisit berkata bahwa KDRT 99% selalu berakhir disimpulkan sebagai akibat cedera. Alasan Jin Young bertindak seperti itu sebenarnya terdorong alasan pribadinya yang tengah membangun karier di kantor kepresidenan, sehingga tidak sudi citra keluarganya tercoreng oleh kasus KDRT.
Sejatinya seperti itu, saat ini tantangan untuk melindungi korban bukan hanya dari sistem hukum yang tidak responsif tapi ditambah oleh kepentingan personal di sekitar korban, termasuk keluarga dan aparat hukum. Dari empat alasan yang dijabarkan oleh Astutik, Indrata, dan Munib dalam artikel Penyelesaian Laporan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) yang Dilaporkan oleh Orang Lain, salah satu tujuan pelaporan KDRT adalah mencegah kekerasan berulang. Ironisnya ini malah membongkar masalah dalam implementasi hukum serta kompleksitas sosial dan budaya yang ikut serta mengahalangi perlindungan untuk korban. Pantasnya, perlindungan korban tidak selalu bergantung pada regulasi semata, tetapi juga pada kesadaran sosial dan integritas individu yang terlibat dalam penegakkan hukum.
Kekuatan Perempuan dan Jalan Keluar
Perihal perempuan, sudah ditegaskan melalui opini tokoh publik Naomi Wolf, bahwa mereka saat ini sudah mempunyai power lewat pendidikan dan pendapatan, sehingga mereka layak secara terus menerus mengutarakan kesetaraan demi kebebasan bertindak tanpa bergantung pada laki-laki (Guntur Arie Wibowo, 2022). Pandangan ini terasa relevan, sepanjang tayangan series pun problem utama korban KDRT baik Ibunya Eun-Su, Hui-su dan Kang Hui Yeon tidak terkendala pendidikan atau penghasilan. Mereka hanya tidak mendapatkan uluran tangan untuk keluar dari lingkar kekerasan. Bermodal tekad, strategi serta koneksi yang dimiliki, Eun-su dan Hui-su mulai menajalankan aksi untuk menyingkirkan keberadan Jin Pyo dari dunia. Langkah ekstrim seperti itu tidak dapat dibenarkan secara hukum atau moral, tapi ada titik yang ditekankan bahwa keterbatasan dukungan eksternal mendorong korban KDRT untuk mencari jalan keluar sendiri, sebagaimana tercermin dalam kasus nyata FPN selaku korban KDRT suaminya di Jombang, Jawa Timur (Budianto, 2025).
Baik kemandirian ataupun kapasitas rasional tidak akan langsung menjamin keselamatan dan keadilan. Terutama jika sistem hukum dan dukungan sosial minim terwujud. Apa yang ditekankan feminisme liberal terkait potensi perempuan untuk berpikir dan bertindak secara rasional nyatanya tidak sepenuhnya dapat terealisasikan jika dukungan struktural masih kurang. Singkatnya, teori feminisme liberal tetap sejalan untuk memahami dinamika KDRT, tetapi masih perlu menekankan intervensi hukum dan sosial yang efektif agar kebebasan dan kesetaraan perempuan tidak sekedar gagasan tapi juga dijalankan.
Korban kekerasan tidak perlu disalahkan, mereka lebih membutuhkan perhatian, perlindungan serta dukungan yang nyata. Kehadiran keluarga, komunitas, dan negara tentunya bisa membangun sistem yang mencegah lingkar kekerasan. Momentum 25 November harus berseru untuk membentuk kesadaran menjadi aksi menyelamatkan perempuan dari kekerasan.
